Sabtu, 28 November 2015

[Resensi Novel Terjemahan] Paper Towns oleh John Green


Paper Towns
Kota Kertas
John Green

Judul asli: Paper Towns
Pengarang: John Green
Terbit: tahun 2008
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama: tahun 2014
Jumlah halaman: 360 hlm

Saat Margo Roth Spiegelman mengajak Quentin Jacobsen pergi tengah malam - berpakaian seperti ninja dan punya daftar panjang rencana pembalasan - cowok itu mengikutinya. Margo memang suka menyusun rencana rumit, dan sampai sekarang selalu beraksi sendirian. Sedangka Q, Q senang akhirnya bisa berdekatan dengan gadis yang selama ini hanya bisa dicintainya dari jauh tersebut. Hingga pagi datang dan Margo menghilang lagi.
Gadis yang sejak dulu merupakan teka-teki itu sekarang jadi misteri. Namun, ada beberapa petunjuk. Semuanya untuk Q. Dan cowok itu pun sadar bahwa semakin ia dekat dengan Margo, semakin ia tidak mengenal gadis tersebut.

Beli buku ini karena:
1. Diskon 
2. Gambar sampulnya menarik juga
3. Penulisnya terkenal dan beliau yang menulis buku The Fault in Our Stars dan sepertinya buku itu sangat populer bahkan sudah diangkat ke layar lebar
4. tapi sebelumnya saya belum pernah baca buku dari John Green dan saya punya firasat kalau saya tidak suka buku ini 
5. Dan ternyata saya tidak suka buku ini

Bagaimana ya. Saya tidak menikmati cerita ini. Ruwet tapi tidak menarik untuk diurai. Cukup klise. Inti ceritanya sendiri saya pikir ada di bagian akhir chapter dan saya gagal paham. Sebenarnya saya sambil terkantuk-kantuk berusaha menyelesaikan buku ini karena membosankan. Pola pikir Margo ini susah dipahami karena cara dia menyampaikan pendapatnya terlalu puitis. Sepertinya dia lumayan suka sastra mengingat dia menggunakan buku kompilasi puisi sebagai salah satu petunjuknya. Mungkin dia bermaksud kalau dia itu ingin mencari jati diri dan mandiri dengan cara kabur ke kota besar tanpa bilang siapa-siapa. Biar gak ada yang menghalangi jalannya.




Buku ini bercerita tentang seorang cowok SMA bernama Quentin yang naksir teman masa kecilnya bernama Margo. Quentin yang sejak kecil sudah sering bermain dengan Margo dan mereka bertetangga pula jadi merasa kalau dia sangat mengenal Margo. Padahal kenyataanya pribadi Margo bukanlah seperti apa yang dibayangkan oleh Quentin. Ceria, populer, supel. Margo adalah orang yang tertutup. Bahkan orang tua dan sahabatnya - dan mungkin Margo sendiri - tidak mengenal siapa sejatinya Margo. 

Dan pada suatu hari Margo kabur dari rumah. Orang tuanya sudah bosan dan lepas tangan karena Margo memang sudah sering kabur dari rumah. Polisi pun menganggap bahwa tindakan Margo ini legal sebab dia sudah berusia 18 tahun dan berhak untuk pergi dari rumah. Ketika sudah berhari-hari tidak kembali dan tidak ada seorang pun yang peduli, Quentin jadi khawatir sehingga dia berniat untuk mencari Margo. Tapi Margo kurang teliti. Dia meninggalkan jejak ke mana tujuan dia pergi dan Quentin menemukan jejak-jejak itu. Lucunya, Quentin mengira kalau Margo sengaja meninggalkan petunjuk-petunjuk itu untuknya supaya Quentin pada akhirnya menemukan Margo. Ge er ya Quentin. 

Akhirnya Quentin berhasil menemukan Margo tetapi gadis itu tetap tidak mau pulang. Ya sudah endingnya agak-agak mengganggu kalbu gitu. Mereka pun berpisah. Quentin balik ke kampung dan Margo tetap pada tujuan awalnya. Kota Besar. New York kalau gak salah hehe. 

Sesuatu yang bikin cukup terhibur dari buku ini adalah teman-teman Quentin yang koplak (baca konyol) banget. Bikin cerita ini jadi sedikit fresh. Mungkin satu hal yang bikin saya tidak suka dari buku ini adalah genrenya hahaha.