Jumat, 08 April 2016

[Resensi Novel] Perjanjian yang Kuat (Miitsaqan Ghaliiza) oleh Leyla Hana


Perjanjian yang Kuat (Miitsaqan Ghaliiza)
Leyla Hana

Judul: Perjanjian yang Kuat (Miitsaqan Ghaliiza)
Pengarang: Leyla Hana
Terbit: tahun 2013
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Cetakan pertama: tahun 2013
Jumlah halaman: 257 hlm
  
Setiana risau dengan jodoh yang belum datang juga di usia menjelang 29 tahun. Keluarga besar mencoba menjodohkannya dengan beberapa pemuda, tetapi semuanya gagal. Setiana memiliki cinta terpendam kepada Edo, teman dekatnya selama kuliah. Namun, Edo bersikap biasa saja terhadapnya, bahkan kemudian menikah dengan wanita lain. 
Setiana memasrahkan jodohnya kepada Allah Swt., terus memperbaiki diri, sekalipun beberapa rekan kerjanya tak hentinya bergosip mengenai dirinya yang "perawan tua".
Setiana memutuskan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Entah mengapa, Allah memperlihatkan kepadanya ujian-ujian pernikahan yang menimpa orang-orang di sekitarnya. Kakaknya yang ingin bercerai dari suaminya hanya karena perbedaan karakter. Rekan sekantornya yang belum juga dikaruniai momongan meskipun sudah menikah bertahun-tahun. Bahkan, perselingkuhan dua rekan kerjanya yang sama-sama sudah menikah.
Setiana hanya menginginkan suami yang bisa menjadi imamnya di dunia dan akhirat. Ia menyadari bahwa pernikahan adalah miitsaqan ghaliiza yang akan terus diuji oleh Allah.
"... Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu, perjanjian yang kuat." (QS. An-Nisaa (4): 21).
  
SELINGAN!! Sekuel House of Secrets buku 2 harap menunggu giliran, ya. Saya merasa buku Mbak Hana ini layak untuk diulas :D

Tidak disangka saya menikmati buku ini. Sebab, jujur saja, ini bukanlah buku yang akan saya ambil di toko buku, mengingat banyaknya buku-buku dengan cerita yang lebih menarik dan cover-cover yang lebih menggoda. Tapi mungkin saya sudah berjodoh dengan buku ini. Melalui cara yang tidak terduga. 

Dilihat dari sampulnya pun buku ini tidak menarik perhatian saya. Tapi entah bagaimana, anak saya yang berusia 2 tahun bersikeras untuk membeli buku ini. Benar-benar maksa. Pertama saya lihat judulnya, tentu saja ini bukan buku bacaan untuk anak-anak. Saya coba membujuk dan menawarkan banyak buku anak-anak yang warna-warni dan sangat menarik (menurut mata saya), tapi Adek gak mau. Maunya buku ini. Yasudah, saya belikan. Toh, isinya juga bagus. Bukan sesuatu yang "buruk" untuk anak hehe.. Selidik punya selidik, sampulnya yang ada gambar burung hantunya itu yang bikin anak saya suka banget sama buku ini (dia lagi suka sama lagu "burung kakatua").

Tema yang diusung adalah jodoh. Lebih spesifik lagi perjodohan. Dan latar belakang cerita ini berada di kota Semarang, dengan tokoh utama adalah wanita pekerja kantoran berusia akhir 29 tahun. Pastinya bisa ditebak jalan ceritanya seperti apa. Yang membuat saya menikmati buku ini karena sepertinya segala yang ada di cerita ini sangat lekat dengan lingkungan saya. Wanita bekerja berusia matang yang tinggal di Jawa dan masih lajang. Selain itu tentu saja disertai ayat-ayat Al-Quran yang menjadi pengingat diri saya sendiri. Lalu konsep perjodohan yang sedikit banyak mengubah pandangan saya tentang hal tersebut. Hmm..

Setiana adalah wanita pekerja asal Semarang yang belum menemukan jodohnya di usia 29 tahun. Dia merasa ketar-ketir, kapan akan menikah padahal usia sudah "matang". Ditambah lagi desakan dari keluargnya agar Ana segera menikah bikin dia jadi tambah puyeng. Sebenarnya, Ana sendiri sudah kepingin menikah. Alasannya yang pertama karena usia sudah matang dan fakta bahwa wanita memiliki batas usia produktif untuk memiliki anak. Hal ini gak sepenuhnya benar, karena banyak wanita berusia kepala empat bisa hamil, dengan catatan gaya hidup harus sehat, plus keajaiban dari Tuhan. Kedua, karena dia ingin menyempurnakan ibadah. Allah memerintahkan hambanya untuk menikah agar ibadah mereka sempurna. Kalau itu sudah menjadi ketentuan Allah dan kita tidak bisa mengutak-atiknya. 

Keluarganya mulai mencarikan jodoh untuk Ana. Tapi semua gagal total. Dengan cara yang bermacam-macam tentunya:

1. Hari, dia tiba-tiba aja ngilang setelah sempet satu kali ketemuan sama Ana. Saya nangkepnya Si Hari ini tidak tertarik secara fisik terhadap Ana.
2. Anto, yang ternyata orangnya gak waras karena dia gak kuat cari ilmu sama orang pintar. Ya mana mau Ana punya suami kaya gitu. Keluarga Ana sih setuju aja menolak perjodohan dengan Anto.
3. Agung, pria tetangga Ana yang rupanya masih nganggur. Sebenernya keluarga kedua belah pihak setuju dengan perjodohan ini, tapi rupanya Agung nya sendiri yang menolak. Ana merasa lega sebab sebenarnya dia kurang sreg juga sama Agung yang belum kerja dan anak mama.
4. Awan, yang kurang suka dengan keadaan Ana yang memiliki keluarga besar. Ha? Apa hubungannya coba?
5. Rinto, yang masih saudara jauh Ana. Berusia 40 tahun. Minim agama. Yang ternyata homoseksual. Untung perjodohannya batal.

Perjalanan Ana mencari jodoh masih dilengkapi dengan berbagai permasalahan rumah tangga yang terjadi di lingkungan Ana:

1. Kakak perempuannya sendiri yang ingin bercerai dengan suaminya hanya karena masalah-masalah sepele.
2. Teman kantor Ana yang galau karena sudah lama menikah dan belum dikaruniai anak.
3. Teman kantor Ana lainnya yang berselingkuh dengan rekan sekantor padahal sudah sama-sama menikah. 
4. Bos Ana yang tenggelam dalam kesedihan karena putranya meninggal.
5. Teman kuliah Ana, sekaligus gebetan Ana, yang istrinya meninggal saat mereka baru dua bulan menikah.
6. Teman sekolah Ana yang sudah memiliki jodoh dan siap dilamar, malah ditolak keluarganya sendiri karena kakaknya belum menikah. Zebel, dehhh.
7. Teman Ana satu lagi, yang tanpa ba bi bu langsung mau dilamar sama bule dari London yang kenal lewat chatting. Whattt?! Ana yang sudah dikenalin sama macem-macem cowok aja gak ada yang nyantol, ini malah dengan lancarnya mau dilamar orang asing. Hmm, jodoh bisa begitu sederhana tapi juga bisa sangat ajaib. Kalau tidak berjodoh, semudah apa pun, gak akan ketemu. Tapi kalau sudah jodohnya, serumit apa pun akhirnya jadi juga.

Ana gak sendiri. Saya gak sendiri. Kamu gak sendiri. Kita gak sendiri. Jangan bersedih. Banyak orang yang mengalami hal seperti ini. Tetap semangat!

Karena banyaknya rintangan dan tantangan dalam menikah, Ana juga sempat ragu dan takut. Apakah menikah memang seberat itu? Siapkah Ana?



Ceritanya sederhana, ringan, tapi mengena. Plot dan alurnya bagus. Banyak kalimat yang diulang, sih. Mungkin agar pembaca mendapatkan "feel" dari Sang Tokoh bahwa perjuangannya tidak lah mudah. Sampai buku ini hampir habis pun belum ketahuan siapa jodoh Ana. Baru pada satu bab terakhir akhirnya terungkap kalau E*o adalah belahan jiwa Ana. Happy ending pula hahaha! Entah kenapa saya ikut senang akhirnya Ana bisa bersama dengan pria yang memang klik dengan hatinya. Karena memang perjalanan Ana ke sana sungguh berliku. Pada usia 32 tahun akhirnya Ana menikah.

Penulis juga menyertakan ayat-ayat Al-Quran dan juga hadis-hadis shahih. Ditambah dengan ilmu dan nasihat, buku ini jadi pengingat untuk diri saya sendiri agar menjadi pribadi yang lebih baik.  

Berusaha, berdoa, dan pasrah

Karakter-karakter yang ada di cerita ini sungguh beragam. Setiana, atau Ana, yang merasa fisiknya pas-pas an tapi hatinya mulia dan tetap manusiawi. Ibunya yang lembut dan memahami kondisi Ana. Keluarganya; terutama kakak-kakaknya dan tantenya yang nyinyir tentang status Ana yang masih jomblo, temen-temen kantor yang mem-bully Ana masalah kelajangannya, temen kantor yang setia dan baik, gebetan Ana sewaktu kuliah yang sungguh sangat PHP, dan bos yang sibuk hingga kehilangan waktu dengan keluarganya.

Banyak kalimat yang berisi nasihat, kutipan ayat Al-Quran, maupun Hadis:


Hal. 122 "... jika kita memang tidak berjodoh dengan seseorang,  kerikil sekecil apa pun akan menghalangi perjodohan itu. Sedangkan jika kita berjodoh, bukit setinggi apa pun tidak sanggup menghalangi." Ini terjadi ketika Awan ngerasa gak cocok sama Ana karena Ana punya keluarga besar. Woalah, Wan Wan.

Hal. 123 "... Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan mencatat empat perkara yang telah ditentukan, yaitu rezeki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara atau bahagianya." (Hadis Riwayat Imam Nawawi).

Hal. 138 tentang konsep berjilbab yang sungguh sederhana. Ana yang sudah memiliki niat untuk berjilbab masih merasa ragu dan takut akan pandangan orang-orang nantinya. Sulit memisahkan antara akhlak yang baik dengan jilbab. Namun, penjelasan ibu Ana sanggup mengubah pandangan Ana, hingga akhirnya Ana yakin untuk berjilbab. Di sini lah letak sisi manusiawi dari tokoh Ana. Seorang perempuan yang berusaha dan belajar untuk menjadi solehah. Dia rutin datang ke pengajian, rajin ibadah sunah, mendengarkan murotal, akhlaknya baik, namun dia bukan perempuan yang berjilbab.

Hal. 162. "... persoalan jodoh bisa menjadi sepelik ini, ...". Saya pun demikian. Dulu saya pikir semua akan berjalan dengan normal. Sekolah, bekerja, menikah, punya rumah sendiri, punya anak, punya anak lagi, punya mantu, punya cucu, dst. Ternyata rumit. Bagi Ana, fase mencari jodoh ini begitu melelahkan. Sudah dikenalkan banyak laki-laki, kok ya gak ada satu pun yang cocok. Sedangkan dia melihat kawan-kawannya begitu mudahnya berkenalan dengan laki-laki lalu tak lama kemudian menikah. 

Hal. 170 ditulis bahwa Al-Quran menyebutkan tiga peristiwa yang termasuk miitsaqan ghaliiza, salah satunya adalah perjanjian dua anak manusia dalam ikatan pernikahan. Saking kuatnya perjanjian tersebut, arsy Allah akan berguncang saat ada sepasang suami istri bercerai. Masya Allah..

Hal. 173, saat ustazah di pengajian mengatakan kepada Ana, "jodohmu adalah cerminan dirimu." Kegalauan Ana berkurang dan dia akan berfokus pada perbaikan diri. Pelajaran buat saya pribadi. Fokus pada perbaikan kualitas diri sendiri!

Hal. 190 tentang ihsan atau berbuat baik, merupakan tingkatan iman paling tinggi. Tingkatan ihsan yang paling tinggi digambarkan apabila ada seseorang memuji benda yang kita miliki, maka kita harus rela menyerahkannya kepada orang itu. Fiuh.. Saya aja gak rela bagi-bagi pinggiran bakwan yang garing dan renyah sama suami sendiri..

Cerita yang bagus. Eh, tapi ada bagian yang geli gimana gitu. Edo dengan pedenya SMS Ana mau ngelamar dia. Lewat SMS coba. Bikin ibunya Ana gak yakin juga kan hehe..