Senin, 05 September 2016

[Resensi Novel Terjemahan] The Book Club oleh Mary Alice Monroe


The Book Club
Kisah Lima Wanita
Mary Alice Monroe

Judul asli: The Book Club
Pengarang: Mary Alice Monroe
Terbit: tahun 1999
Penerjemah: Deasy Ekawati
Penerbit: VioletBooks
Cetakan pertama: 2014
Jumlah halaman: 453 hlm

Dari luar, kelompok itu hanyalah sebuah klub membaca biasa. Tapi bagi lima orang wanita, klub itu adalah sesuatu yang jauh lebih bermakna. Bagi Eve Porter, yang segala keamanan hidup yang telah direncanakannya direnggut karena suaminya mendadak meninggal, klub itu adalah tempat perlindungan. Bagi Annie Blake, seorang pengacara hebat yang berniat memiliki keluarga meski sudah terlambat, klub itu adalah kesempatan untuk menurunkan pertahanan dirinya dan memimpikan banyak kemungkinan lain. Bagi Doris Bridges, klub itu adalah pendukungnya saat dia mengakui bahwa pernikahannya sekarat dan memperoleh kebebasan yang sesungguhnya dalam pengkhianatan suaminya. Bagi Gabriella Rivera, sang istri, ibu, dan sahabat 'sempurna' yang menawarkan dukungan bagi semua orang tapi enggan meminta dukungan bagi dirinya sendiri, klub itu memberinya suasana kekerabatan. Dan bagi Midge Kirsch, seorang seniman yang selalu menjalani hidup melawan arus, klub itu bagai surga yang menerimanya. 
Merekalah lima wanita dengan jalan kehidupan yang berbeda, yang menerima tantangan dalam perubahan hidup mereka. Dan saat mereka berbagi harapan, ketakutan, dan kemenangan, mereka akan berpegang erat pada keajaiban sejati sebuah klub membaca - yaitu persahabatan.

Kesan pertama setelah membaca buku ini; di luar dugaan. Saya suka ceritanya walaupun awalnya ragu karena ini bukan genre favorit saya. Ceritanya sedikit banyak menggambarkan kehidupan saya dan mungkin orang-orang sekitar saya. Dan cerita buku ini juga menyadarkan saya kalau ternyata mungkin saya sedikit menyukai cerita dengan tema seperti ini.

Titik awal kisah ini dimulai dari meninggalnya suami Eve Porter. Dari situ cerita mulai bergulir dan masalah-masalah yang dialami para tokoh mulai bermunculan. Buku ini bercerita tentang kehidupan lima wanita, namun Eve Porter adalah tokoh utama dengan porsi cerita yang paling banyak dan detail. Cerita Eve Porter mampu mengawali kisah dengan apik dan nantinya menjadi penutup yang indah.

Kejadian-kejadian yang dialami para tokoh sangat dekat dengan keseharian kita, terutama tradisi timur dan cara pandang kuno yang masih mengekor kakek nenek buyut. Dan juga bagaimana cara pandang dan sikap kita menghadapi masalah secara umum. Tapi semua masalah pastinya ada jalan keluar, tinggal bagaimana kita berani dan bertekad untuk mengatasinya. Dan para tokoh ini akhirnya mampu melaluinya, walaupun tidak semua berakhir bahagia.

Persahabatan mereka sangat indah. Mereka jujur satu sama lain. Bahkan untuk hal yang terasa sepele dan malu untuk diungkapkan. Namun, mereka memiliki pribadi masing-masing yang kuat. Mereka punya aturan dan cara hidup yang berbeda, dan itulah yang terbaik untuk mereka. Dan mereka saling menghormati dan memahami perbedaan itu. Hmm, terdengar seperti persahabatan yang sempurna. Bikin iri hehehe.

Banyak hal menarik dan nasehat yang bisa dipetik dari buku ini. Seperti ketika Midge memandang dan mampu memahami kondisi Eve Porter, sebuah transisi status dari menikah menjadi janda, dari dicintai menjadi ditinggalkan. Lalu cara Midge mengatasi rasa tertekan karena kesendiriannya, terdengar klise tetapi realistis,
"... aku hanya perlu melihat ke sekeliling dan melihat segala hal yang patut kusyukuri,..." Benar, kan? Bersyukurlah :)

Sedikit clue apa saja yang dihadapi para wanita hebat ini:
1. Suami yang meninggal secara mendadak, dan sang istri yang terbiasa hidup mapan dan tidak bekerja harus bisa mengatasi masalah finansial keluarga. Kembali mencari pekerjaan setelah lebih dari 20 tahun tidak bekerja. Keluar dari zona nyaman kehidupan berkeluarga yang mapan dan ideal, Membesarkan dua anak yang masih sekolah sekaligus mencari penghasilan mulai dari nol.
2. Kenyataan bahwa tubuhmu mengidap penyakit yang membuatmu tidak bisa memiliki anak di saat kamu sangat menginginkan anak. Yang membuatmu tambah tertekan adalah bahwa kamu seorang dengan gaya hidup yang sangat sehat, sehingga rasanya mustahil bagimu bisa mendapat penyakit itu.
3. Perselingkuhan.
4. Rasa sendiri dan kesepian tanpa pasangan
5. Saat kamu pikir dirimu baik-baik saja, ibu dengan empat anak yang juga bekerja. Tapi tanpa sadar dirimu kewalahan menjalani peran itu. Tambah tertekan saat suami tiba-tiba kena PHK sehingga kamu harus bekerja lebih keras agar bisa membiayai kebutuhan keluarga.

Jadi, saya suka novel ini. Buku yang bagus! Bercerita tentang keluarga, persahabatan, melepaskan, bertahan hidup, cinta, perjuangan, harapan, dan mimpi. Karakter tokoh-tokohnya begitu hidup dan realistis. Setiap tokoh memiliki masalah yang berbeda dan sangat dekat dengan kehidupan nyata. Kehilangan, penyakit, kesendirian, perceraian. Sehingga seolah-olah kisah kita pasti ada yang sedikit banyak mirip dengan kisah salah satu dari lima tokoh buku ini. Saya merasa kelima tokoh ini terkadang tidak seperti berusia 45 tahun. Mereka seperti berusia 20, 30, sama seperti usia kita; jika tidak mengingat kalau mereka tidak memiliki anak yang sudah SMU bahkan kuliah.


Banyak hal menarik dan nasehat yang bisa dipetik dari buku ini. Seperti ketika Midge memandang dan mampu memahami kondisi Eve Porter, sebuah transisi status dari menikah menjadi janda, dari dicintai menjadi ditinggalkan. Lalu cara Midge mengatasi rasa tertekan karena kesendiriannya, terdengar klise tetapi realistis,
"... aku hanya perlu melihat ke sekeliling dan melihat segala hal yang patut kusyukuri,..." Benar, kan? Bersyukurlah :)

Nasehat lainnya: selalu siapkan mental dan fisikmu. Jadilah pribadi mandiri. Cintailah dirimu sendiri apa adanya. Nikmatilah setiap momen. Jalani peranmu sebaik mungkin, apa pun itu. Teruslah belajar siapa pun dirimu dan berapa pun usiamu. Maksud saya, teruslah belajar, pelajaran apa pun itu. Dan yang paling penting menurut saya adalah: selalu katakan apa isi hatimu sebelum terlambat. Katakan kata-kata indah seperti "aku sayang kamu", "aku cinta kamu" sebelum semua terlambat dan hanya tinggal penyesalan.


Ada yang berbeda dari buku ini. Salah satu buku dimana bagian awal cerita sangat menarik dan bikin penasaran gak bisa berhenti baca. Tapi bagian akhir cerita lumayan membosankan. Kenapa?


Bagian awal sampai tengah buku kita disuguhi cerita seputar masalah yang dihadapi para tokoh, keputusasaan dan depresi, yang berlanjut pada perjuangan untuk bangkit dari keterpurukan. Penulis mampu menggambarkan kondisi lingkungan dan perasaan para tokoh dengan baik sehingga kita bisa ikut merasakan kesedihan dan ikut hanyut dalam kehidupan mereka.Tentu saja yang bikin penasaran adalah apa sih yang terjadi sama mereka? Terus apa sih yang akan dilakukan mereka untuk mengatasinya? Apa solusinya?


Bagian sepertiga buku terakhir bercerita tentang penyelesaian masalah mereka, walaupun tidak semua happy ending. Saya merasa masa-masa kritis dan transisi mereka sudah terlewati sehingga ketegangan sedikit demi sedikit mereda. Itu yang bikin bosen..


Endingnya bagus, lho. Sederhana tapi perasaan itulah yang memang seharusnya dilakukan dengan ikhlas: melepaskan, move on :)