Kamis, 03 Mei 2018

[Resensi Novel Terjemahan] The Long Walk oleh Stephen King


The Long Walk
Jalan Kaki Sampai Mati
Stephen King

Judul asli: The Long Walk
Pengarang: Stephen King
Penerjemah: Lulu Wijaya
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama: 2018
Jumlah halaman: 432 hlm

Setiap tahun, pada tanggal satu Mei, seratus remaja terpilih bertemu untuk berkompetisi dalam acara "The Long Walk". Di antara para peserta tahun ini ada Ray Garraty yang berusia 16 tahun. Dia sudah tahu aturan-aturannya: peserta yang berjalan di bawah batas kecepatan, tersandung, duduk... akan diberi peringatan. Setelah tiga kali peringatan... peserta tersebut akan mendapat tiket. Awas, jangan sampai mendapat tiket. Sebab hanya akan ada satu pemenang di akhir. Satu pemenang yang berhasil bertahan...

Oke, untuk cover saya awalnya lihat itu gambar kulit kerang yang bertebaran di tepi pantai kwkwkw. Saya pikir sedikit kurang kelam. Kemudian kesan pertama saya sama buku ini: ketika membaca lembar-lembar pertama buku ini, saya berpikir bakalan seperti apa ya ceritanya. Maksud saya inti ceritanya kan sangat simpel. Lomba jalan sampai salah satu orang menang. Lalu cerita seperti apa yang ditulis di buku yang tidak bisa dibilang tipis ini. Apa akan ada pemberontakan? Baku hantam? Baku tembak? Inilah jeniusnya Mr. King. Bisa merangkai ide yang sederhana menjadi cerita yang indah.

Selesai baca buku ini, cerita The Hunger Games, The Maze Runner, Divergent Trilogy rasanya seperti remah-remah peyek.. Tidak perlu berbuku-buku, berseri-seri untuk menceritakan kengerian buku ini. Kengerian di sini bukan berarti ada monster yang mengejar-ngejar dalam kegelapan, alien yang hendak mencungkil copot jantung kita, atau badut yang menyeringai kejam. Tidak ada itu semua di buku ini. Buku ini adalah tentang berjalan atau mati.

Sesuai dengan judulnya. Sangat sederhana. Berjalanlah atau kamu mati. Gitu aja. Pada suatu masa di Amerika, di dalam dunia yang terlihat normal, ada sekelumit bagian yang menyimpang yang merupakan bentuk dari dunia distopian. Namanya Permainan Adu Jalan Jauh. Dalam game ini para peserta terpilih akan berjalan tanpa henti sampai salah satu akan bertahan dan jadi pemenangnya. Tetap ada peraturannya: ada batas kecepatan minimun, ini menjadi adil karena semua peserta akan mulai berjalan pada waktu yang bersamaan dengan kecepatan yang sama pula, tidak ada yang jalan santai atau leha-leha dsb karena begitu peserta kedapatan berjalan di bawah kecepatan minimum akan mendapatkan peringatan. Masalahnya kalau sudah tiga kali mendapat peringatan, peserta akan mendapat tiket. Mendapatkan tiket artinya peserta ditembak sampai mati. DOR. Gitu aja. Kamu keluar dari permainan.

Jangan lupa halang rintangnya: kram kaki, kram perut, kram otak, diare, panas matahari, dingin hujan badai, hasrat ingin BAK dan BAB, dan tentu saja kamu perlu tidur! Rintanagn itu berasal dari diri peserta sendiri. Tidak ada pertolongan untuk semua itu. Begitu jalanmu melambat dan kamu mendapat tiga peringatan, maka wassalam deh (bayangkan, peserta harus BAK, BAB, bobok sambil jalan broh!). Tapi mimpi buruknya bukan itu. Kewarasanmu. Melihat teman-temanmu dibantai satu persatu, kata-kata menjatuhkan dari peserta lain yang bisa mempengaruhi pikiranmu, kelelahan berujung pada stress yang lama-lama menjadi kegilaan, dan pada akhirnya kamu menyadari bahwa kamu berjalan tanpa ada garis finish..

Setelah dipikir-pikir, keseluruhan permainan ini sebenarnya cukup adil. Para peserta dilarang saling menghalangi, mereka mendapat jatah makanan (berupa konsentrat yang mudah dilahap), mereka berhak mendapatkan botol air kapan pun mereka meminta, bahkan anak-anak yang ingin ikut Adu Jalan Jauh ini tidak dipaksa untuk mendaftar. Benar! Tidak ada paksaan! Mereka, para peserta itu, ikut dengan sukarela! Ini yang bikin cerita ini jadi psiko. Memang ada hadiah besar kalau kamu berhasil menang, tapi apakah sebanding dengan ini semua? 

Buku ini ditulis di bawah pseudonim Richard Bachman. Sekilas penulisan buku ini terlihat lebih sederhana (awal baca seperti membaca Neal Shusterman^^;), tapi semakin lama nuansa Stephen King semakin terasa. Cara penulis bermain-main dengan pikiran pembaca, kuatnya karakter para tokohnya dimana semakin dalam kamu masuk ke dalam cerita semakin kamu mengenal mereka dan akhirnya jatuh cinta dengan mereka *ehem. Percakapan antar tokoh, tingkah laku mereka, sangat natural hingga terbentuk menjadi tokoh yang nyata, suasana yang nyata, dan kengerian yang nyata. Yoi, Mr. King bisa menggambarkan ketakutan dan kegilaan dengan akurat. 

Buku yang sangat melelahkan untuk dibaca, membuat depresi, sekaligus mengharukan. Saya menangis baca ini. 













Tidak ada komentar:

Posting Komentar